Home
Ngobrol Budaya
Tokoh
Emha Ainun Nadjib (Cak Nun)

Emha Ainun Nadjib (Cak Nun)

Emha Aiunun Nadjib memiliki nama lengkap Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dipanggil dengan ‘Cak Nun’, merupakan salah satu tokoh keagamaan, penyair dan budayawan yang terkenal. Lahir di Jombang, Jawa Timur pada 27 Mei 1953. 

Perjalanannya dalam menempuh pendidikan dimulai dari TK, SD, di mana setamat SD, Cak Nun melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo. Tetapi dalam perjalanannya menempuh pendidikan non formal ini tidak sampai diselesaikan oleh Cak Nun karena terdapat masalah di mana Cak Nun dituduh menjadi penggerak aksi santri untuk melakukan demonstrasi menentang para guru hingga akhirnya Cak Nun dikeluarkan dari pesantren.

Cak Nun memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang SMP melalui lembaga pendidikan yang dimiliki oleh ayahnya, kemudian melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang SMA di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta dengan memilih jurusan Paspal. Cak Nun kemudian melanjutkan pendidikannya kembali di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tetapi, dalam jenjang perkuliahannya ini, Cak Nun hanya dapat bertahan selama 4 bulan dan tidak melanjutkannya karena pada tahun 1974 Cak Nun mendapatkan musibah di mana ayahnya mengalami kecelakaan lalu lintas hingga meninggal.

Kemudian pada tahun 1975 karya-karyanya telah dibukukan. Tulisan-tulisannya telah dibukukan dalam berbagai jenis karya sastra seperti puisi, cerpen, naskah drama, esai, quotes, transkrip, hingga wawancara. Berikut perjalanan prestasi Cak Nun dalam ranah sastra.

1. Memberikan sumbangsih yang besar melalui tulisan-tulisannya

Karya-karyanya tersebut banyak terbit dan tersebar di Majalah Tempo, Basis, Horison, Tifa Sastra, Mimbar, Pandji Masjarakat, Budaja Djaja, Dewan Sastera (Malaysia), dan Zaman. Karyanya juga terbit sebagai rubrik kolom dan tersebar di surat kabar yakni di Republika, Sinar Harapan, Kompas, Berita Buana, Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional, Masa Kini, Berita Yudha, Haluan, Suara Karya, Suara Pembaruan, dan Surabaya Post. Dari kumpulan karyanya tersebut menghasilkan buku yang berupa kumpulan esainya yang masuk ke dalam kategori sosial dan budaya.

Cak Nun bergabung dengan kelompok diskusi dan studi sastra pada tahun 1970 yang dipimpin oleh Umbu Landu Paranggi, Persada Studi Klub (PSK), di bawah Mingguan Pelopor Yogyakarta. Kegiatannya tersebut dimulai ketika Cak Nun menulis puisi di harian Masa Kini dan Berita Nasional. Tak hanya itu, Cak Nun juga menulis puisi di Majalah Muhibbah yang mana merupakan majalah terbitan UII Yogyakarta dan menulis cerpen di Minggu Pagi dan MIDI.

Dari perjalanannya tersebut, Cak Nun kemudian banyak menerbitkan puisinya di media massa terbitan Jakarta seperti Horison. Ketidakpuasannya membuat Cak Nun menghasilkan sajak dan cerpen ringan yang kemudian berlanjut menulis esai, kritik drama, resensi film, dan pembahasan mengenai pameran lukisan. Cak Nun menggunakan nama samaran Joko Umbaran atau Kusuma Tedja dalam tulisan-tulisannya.

2. Aktif dan berperan penting dalam berbagai festival sastra dan lembaga kebudayaan

Pada tahun 1975, Cak Nun mengikuti sebuah Festival Puisi 1975 di Jakarta dan diundang dalam Festival Puisi Asean 1978. Cak Nun juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina pada tahun 1980, International Writing Program di Lowa University Amerika Serikat pada tahun 1984, Festival Penyair Internasional di Rotterdam Belanda pada tahun 1984, Festival Horizonte >III di Berlin, Jerman pada tahun 1985, dan berbagai pertemuan sastra dan kebudayaan sejenisnya.

Cak Nun pernah menjadi redaktur kebudayaan di harian Masa Kini sampai pada tahun 1977 dan menjadi pemimpin Teater Dinasti, Yogyakarta. Selain itu, Cak Nun juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Kesenian Yogyakarta. Cak Nun juga ikut menangani Yayasan Pengembangan Masyarakat Al-Muhammady di Jombang yang bergerak di bidang pendidikan, sosial ekonomi, dan sosial budaya. 

Cak Nun membentuk sebuah komunitas yang diberi nama “Komunitas Padhang Mbulan” pada tahun 1995. Komunitas tersebut dibentuk untuk membentuk sebuah kelompok pengajar. Cak Nun juga berkiprah dalam Yayasan Ababil di Yogyakarta yang menyediakan tenaga advokasi pengembangan masyarakat dan penciptaan tenaga kerja.

3. Beberapa Buku  Karya Emha Ainun Nadjib

a. Buku Puisi Karya Cak Nun

“M” Frustasi (1976); Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978); Sajak-Sajak Cinta (1978); Nyanyian Gelandangan (1982); 99 Untuk Tuhanku (1983); Suluk Pesisiran (1989); Lautan Jilbab (1989); Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990); Cahaya Maha Cahaya (1991); Sesobek Buku Harian Indonesia (1993); Abracadabra (1994); dan Syair Asmaul Husna (1994).

b. Esai Karya Cak Nun

Dari Pojok Sejarah (1985); Sastra Yang Membebaskan (1985); Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994); Tuhanpun Berpuasa (1995); 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998); Segitiga Cinta (2001); Trilogi Kumpulan Puisi (2001); Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998); Ziarah Kebangsaan (1998).

c. Buku Karya Cak Nun

Berserahlah Biarkan allah Mengurus Hidupmu (2022), yang Terhormat Nama Mereka (2022), Bola-bola Kultural (1993), Demokrasi Tolol Versi Saridin (1998), Tuhan Pun Berpuasa (2016), Indonesia Apa Adanya (2017), sajak-sajak Sepanjang Jalan (1978), Secangkir Kopi Jon Pakir (2019), Kyai Kocar-Kacir (1998), Doa Mohon Kutukan (1995), Cahaya Maha Cahaya: Kumpulan Sajak (1991), 99 Untuk Tuhanku (2015).

Kiprahnya di dunia sastra dan perannya dalam melestarikan budaya membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpanggil untuk memberikan suatu penghargaan kepada Cak Nun.

Pada Maret 2011, Cak Nun memperoleh penghargaan “Satyalancana Kebudayaan 2010” langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Jero Wacik, menteri kebudayaan dan pariwisata, penghargaan ini merupakan penghargaan yang diberikan kepada seseorang yang memiliki andil besar dalam bidang kebudayaan.

Peran Cak Nun dalam melestarikan kebudayaan daerah maupun nasional ini juga menjadi poin lebih yang membuat diangerahkannya penghargaan ini kepadanya. Selain itu, penghargaan ini juga merupakan penghargaan atas karya-karya yang berguna serta memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa, juga negara.

Sumber: https://gasbanter.com/biografi-cak-nun/ & https://www.gramedia.com/best-seller/biografi-cak-nun/ 


Menarik Untukmu

Karya yang menarik untuk anda


Kebudayaan Nasional

Video seputar kebudayaan Indonesia

BKN Band - Lir Lir

Lir Ilir merupakan senandung yang berisikan nasihat kebaikan. Lagu ini diciptakan Sunan Kalijaga dan dijadikan sebagai sarana penyebar agama Islam terutama di pulau Jawa.

PDI Perjuangan
Channel YouTube

Unggah Karyamu!
Dan Jadi Bagian dari Budaya Indonesia

Unggah Sekarang!