Wayang Orang Lakon Sastra Jendra
Oleh: Hasto Kristiyanto Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah ilmu yang mengungkapkan rahasia alam semesta. Ilmu ini mengungkap seluruh hakekat tentang kehidupan, keselamatan, dan segala hal yang menunjukkan konsepsi Manunggaling Kawulo Gusti (kesatupaduan dalam kesempurnaan relasi antara Tuhan dengan ciptaanNya). Pendeknya, Sastra Jendra merupakan ilmu tentang Tuhan dan hanya boleh dimiliki oleh Sang Maha Tahu karena di dalamnya mengandung keseluruhan misteri alam semesta yang begitu agung. Hanya para Dewalah yang memiliki mandat atas ilmu yang begitu sakral tersebut. Dalam proses itulah, Begawan Wisrawa melupakan bahwa dirinya hanyalah ciptaan. Kebijaksanannya seakan hanya menjadi tabir tipis dan begitu mudah dikalahkan oleh ambisi; oleh ke-aku-annya agar bisa memenuhi hasrat anaknya. Maka yang terjadi adalah kekacauan. Begawan Wisrawa gagal di dalam mengungkapkan rahasia Sastra Jendra. Dalam kesadarannya itu, Bung Karno sangat memahami bahwa setiap satria akan selamat jika menyatu dengan para punakawan. Wayang dengan demikian memiliki perspektif ideologis tentang rasa cinta pada tanah air; semangat bela negara; menegakkan kebenaran dan persatuan dengan rakyat. Penundaan Pemilu bagaikan permintaan Prabu Danaraja yang ingin mendapatkan Dewi Sukesi. Terlebih Dewi Sukesi merupakan anak tunggal dari Prabu Somali dari Kerajaan Alengka. Jadi lengkap sudah perpaduan hasrat dan ambisi kekuasaan. Demi kekuasaan itu, berbagai rasionalisasi pun dilakukan. Klaim penggunaan big data sepertinya menjadi instrumen super canggih di dalam membaca kehendak rakyat. Big data bukan dipakai untuk mencari hubungan kausalitas mengapa harga minyak goreng melonjak drastis dan langka. Big data juga tidak dipakai untuk melihat bagaimana kapitalisme telah bekerja masif dalam sistem perekonomian Indonesia sehingga harga kebutuhan pokok naik lebih awal sebelum puasa dimulai. Ketika Sastra Jendra dibongkar tuntas tanpa kerendahan hati, tanpa kepasrahan, dan tanpa kematangan akal budi, maka yang ada adalah napsu. Suatu napsu yang nampaknya bisa dikemas dengan baik, bahkan dengan berbagai pembenaran termasuk mengatasnamakan rakyat sekalipun, namun pada dasarnya berintikan hasrat kuat tak teratur untuk berkuasa. Sama dengan Wisrawa yang merasa mendapatkan legitimasi demi rasa sayang pada anak, maka para penggagas penundaan Pemilu pasti juga memiliki kepentingan tersembunyi sehingga berbagai resiko politik pun akan ditabrak dengan melupakan realitas bahwa kultur yang telah terbangun adalah bagian dari bangunan demokrasi yang telah menciptakan mekanisme regenerasi kepemimpinan lima tahunan di seluruh tingkatan. Kultur itulah yang akan digantikan, dengan perpanjangan tanpa melalui pemilu, yang artinya tanpa basis legalitas dan legitimasi rakyat. Sekiranya hal tersebut terjadi, maka suara para punakawan yang begitu jernih pasti akan ditinggalkan. Punakawan ini tidak memiliki kekuasaan formal, namun mereka memiliki mata hati. Mereka memahami dialektika sosial yang seringkali penuh dengan “Faktor X”. Sosok begawan seperti Wisrawa sekalipun, ketika hasrat kekuasaan menutupi mata hati, berubah menjadi sosok pongah, terlalu percaya diri-penuh ambisi. Ambisilah yang menjadi daya gerak dengan menutup nurani. Dalam gambaran seperti ini, elite tersebut sudah mengunci dirinya sehingga tidak lagi peka terhadap rambu-rambu, bagaikan Satra Jendra yang dikupas bebas dengan melupakan batasan yang diberikan. Hasilnya pun analog dengan Sastra Jendra. Jadi, daripada melupakan keseluruhan rambu-rambu Konstitusi, dan kemudian energi habis hanya untuk bersilat lidah tanpa henti, sebaiknya stop niatan membongkar Sastra Jendra. Gunakanlah seluruh ilmu dan kuasa, untuk berpihak sepenuhnya bagi kepentingan rakyat. Sebab rakyatlah pemegang kekuasaan yang sejati. Rakyatlah penuntun nurani dengan terang akal budi. Sekiranya mata hati rakyat dan para punakawan dilupakan, maka seluruh gagasan penundaan pemilu akan melahirkan berbagai dampak yang menciptakan ketidakstabilan. Inilah yang harus dihindarkan. Kisah Sastra Jendra telah menjadi bingkai moral kebenaran agar tidak menyalahgunakan kekuasaan. Merdeka!!!
Menarik Untukmu
Karya yang menarik untuk anda
Kebudayaan Nasional
Video seputar kebudayaan Indonesia
BKN Band - Lir Lir
Lir Ilir merupakan senandung yang berisikan nasihat kebaikan. Lagu ini diciptakan Sunan Kalijaga dan dijadikan sebagai sarana penyebar agama Islam terutama di pulau Jawa.