
Lakon Bung Karno di Panggung Tonil Monte Carlo
PROKLAMATOR Kemerdekaan Indonesia Soekarno ternyata memiliki jiwa seni yang tinggi di balik sosoknya yang tegas. Hal ini terungkap saat Bung Karno menjalani pengasingan di Bengkulu pada 1938 hingga 1942, dia menjadi penulis naskah, sutradara, manajer, dan sekaligus produser kelompok sandiwara atau tonil bernama Monte Carlo.
Puluhan kostum pemain yang menjadi saksi bisu kejayaan grup besutan Bung Karno itu masih dapat dilihat di rumah pengasingan di Jalan Sokarno-Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kota Bengkulu.
“Ada 30 kostum dan beberapa spanduk yang masih asli, sebagian dicat langsung oleh Bung Karno,” kata Koordinator Juru Pelihara Benda Cagar Budaya (BCB) Bengkulu Sugrahanudin di rumah Bung Karno di Kota Bengkulu, beberapa waktu lalu.
Sugrahanudin lantas membuka satu dari dua lemari kayu dilapis kaca pada bagian depannya. Lemari itu berisi puluhan kostum dan spanduk asli yang pernah digunakan pemain sandiwara Monte Carlo.
Dua spanduk berbahan kain yang cukup tebal dikeluarkan dan dibentangkannya di halaman rumah bersejarah itu.
Satu spanduk berukuran 4 x 1 meter berwarna putih kekuning-kuningan, bertuliskan “Rainbow (Poeteri Ketjana Boelan)” yang ditulis menggunakan cat berwarna biru. Tulisan pada spanduk itu sesuai dengan judul sandiwara yang dipentaskan.
Sedangkan pada sisi kanan dan kiri atas spanduk terdapat tulisan “18 Maart” sesuai tanggal pementasan sandiwara itu. Berbeda dengan warna cat tulisan judul sandiwara, tanggal pementasan ditulis menggunakan cat berwarna merah.
Sementra satu spanduk kain putih lainnya lebih panjang, sekira enam meter dengan lebar 1,5 meter, bertuliskan “Koetkoetbi” di baris atas dan tulisan “Pengiblis DR. Sjaitan” pada baris bawah yang ditulis menggunakan cat berwarna merah.
“Semua spanduk ini dan kain latar pementasan lainnya dicat sendiri oleh Bung Karno,” ujar Sugrahanudin.
Sementara itu, Dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Bengkulu Agus Setiyanto mengatakan, terdapat sejumlah naskah yang ditulis dan dipentaskan Bung Karno bersama Monte Carlo selama menjalani “interniran” atau masa pengasingan di Bengkulu kurun waktu 1938 hingga 1942.
Semasa pengasingan di Ende kurun waktu 1934 hingga 1938, Bung Karno membentuk kelompok sandiwara yang diberi nama “Kelimutu” dan menulis 12 naskah sandiwara.
“Selama di Bengkulu ada sejumlah naskah tapi hanya empat naskah yang tersisa dengan bedrijf atau babak yang masih lengkap,” katanya.
Empat naskah tersebut yakni “Dr. Sjaitan”, “Chungking Djakarta”, “Koetkoetbi”, dan “Rainbow (Poeteri Kentjana Boelan)”.
Sedangkan naskah “Hantoe Goenoeng Boengkoek”, dan “Si Ketjil (Kleinduimpje)” dapat direkonstruksi melalui beberapa narasumber lokal.
Lebih jauh dia mengatakan, nama kelompok sandiwara “Monte Carlo” berasal dari grup musik lokal Bengkulu yang sudah terkenal sebelum Bung Karno datang ke Bengkulu.
Namun, sayangnya, menurut dia, tak banyak diketahui secara persis latar belakang pemberian nama tersebut, siapa saja anggotanya dan apa saja jenis irama musiknya.
“Kabarnya nama Monte Carlo diadopsi Manaf Sofian dari nama sebuah kota di Monaco yang penuh dengan berbagai macam hiburan,” ujarnya.
Waktu itu, ada dua gedung yang dipergunakan sebagai tempat pertunjukan di Bengkulu, yakni Gedung Royal Cinema dan Gedung Gloria.
Dokumen foto-foto pertunjukan sandiwara itu menunjukkan bahwa Monte Carlo lebih sering dipentaskan di Gedung Royal Cinema yang lokasinya dekat dengan Kantor Pemerintahan Belanda.
Agus Setiyanto yang juga penulis buku “Bung Karno Maestro Monte Carlo” pada 2006 dan terbitan kedua berganti judul menjadi “Sandiwara Bung Karno di Bengkulu” pada 2013 mengatakan naskah sandiwara yang ditulis dan dipentaskan Bung Karno sarat dengan pesan dan semangat nasionalisme dan patriotisme.
Menarik Untukmu
Karya yang menarik untuk anda
Kebudayaan Nasional
Video seputar kebudayaan Indonesia
BKN Band - Lir Lir
Lir Ilir merupakan senandung yang berisikan nasihat kebaikan. Lagu ini diciptakan Sunan Kalijaga dan dijadikan sebagai sarana penyebar agama Islam terutama di pulau Jawa.