W.S. Rendra – Si Burung Merak & Penyair Lintas Generasi
W.S. Rendra, yang bernama asli Willibrodus Surendra Broto, lahir di Solo pada tanggal 7 November 1935 dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional. Ibunya adalah penari serimpi di Keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra berada di kota kelahirannya.
Penyair dan budayawan yang diberi julukan si “Burung Merak” ini menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok, Kamis (6/8) pukul 22.20 WIB pada usia 74 tahun. Ribuan pelayat menghadiri proses pemakaman dramawan WS Rendra di kompleks pemakaman keluarga di kawasan Cipayung Jaya, Citayam, Depok, Jawa Barat, Jumat (7/8) siang.
Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, Solo. Setamat SMA, Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu, ia pergi ke Yogyakarta dan masuk Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya, tidak berarti ia berhenti belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika. Ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat. Rendra diberi julukan si Burung Merak.
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerpen, dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya.
Sebagai pembaca puisi, W.S. Rendra sangat berbakat. Ia pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut, terutama dalam majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
“Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, yang dipentaskan ketika ia di SMP. “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Puisinya penuh nilai dan moral serta berenergi dalam membangun negeri ini karena banyaknya ketidakpedulian dan pengabaian, dan dalam menegakkan jiwa karena adanya penyimpangan dan kesewenang-wenangan.
Prof. A. Teeuw, dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri. Karya W.S. Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival di luar negeri, di antaranya:
1. The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979),
2. The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985),
3. Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985),
4. The First New York Festival Of the Arts (1988),
5. Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989),
6. World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan
7. Tokyo Festival (1995).
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang perhatiannya sangat besar terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul “Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977”.
Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi ke Amerika. Ketika kembali ke Indonesia ( 1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis kegiatan keseniannya. Pada perkembangannya Bengkel Teater dipindahkan Rendra di Depok. Rendra menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok, Kamis, 6 Agustus 2010 pukul 22.20 WIB pada usia 74 tahun. Ribuan pelayat menghadiri proses pemakaman dramawan W.S. Rendra di kompleks pemakaman keluarga, di kawasan Cipayung Jaya, Citayam, Depok, Jawa Barat. Kini Rendra telah meninggalkan dunia untuk selamanya, tetapi puisi dan semua karya sastranya tidak pernah mati.
KARYA:
a. Kumpulan Puisi
1. Balada Orang-Orang Tercinta (1957)
2. 4 Kumpulan Sajak (1961)
3. Blues untuk Bonie (1971)
4. Sajak-Sajak Sepatu Tua (1972)
5. Nyanyian Orang Urakan (1985)
6. Potret Pembangunan dalam Puisi (1983)
7. Disebabkan oleh Angin (1993)
8. Orang-Orang Rangkas Bitung (1993)
b. Drama
1. Orang-Orang di Tikungan Jalan (1954)
2. Selamatan Anak Cucu Sulaiman (1967)
3. Mastodon dan Burung Kondor (1972)
4. Kisah Perjuangan Suku Naga (1975)
5. Sekda (1977)
6. Panembahan Reso (1986)
c. Kumpulan Esai Mempertimbangkan Tradisi (1983)
Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); dan The S.E.A. Write Award (1996).
Sumber:
Interesting For You
Interesting Articles For You
National Heritage
Indonesian Cultural Videos
BKN Band - Lir Lir
Lir Ilir merupakan senandung yang berisikan nasihat kebaikan. Lagu ini diciptakan Sunan Kalijaga dan dijadikan sebagai sarana penyebar agama Islam terutama di pulau Jawa.